Skip to main content

Ada yang Masih Punya Paradigma Seperti Ini?

Comments

Wah, kalo nggak salah 'maksud'nih ...(he3...mengutip bahasa pak Insukindro) saya pribadi sekarang sudah mulai "phobia" mungkin meski masih kecil-kecil... saya sudah punya satu pengeran kecil dan satu bidadari kecil yang masih kelas 5 dan 1 SD. Bagaimana tidak, nanti kedua buah hati mau sekolah apa, mau jadi apa, mau kerja dimana....tapi ternyata malah dapat jawaban dari si pangeran dan bidadari kecil. Mereka bilang gak mau jadi dosen kaya' mama, gak mau jadi insinyur kaya' papa, gak mau jadi dokter kaya' yangkung, gak mau kerja di bank kaya' bapak (sebutan untuk pakde-nya) de el el... si pangeran mau jadi chef dan si bidadari mau jadi pemain biola. Lucu juga, namanya juga anak-anak...tapi saya jadi mulai mikir, lebih tepat kiranya mengarahkan minat dan bakat mereka pada kepada suatu yang profesional. Bisa jadi ketrampilan yang mumpuni menjadi bekal yang lebih baik...tentu juga lewat pendidikan formal sesuai minat dan bakatnya. Karena bekal pendidikan formal yang terprogram dalam kurikulum menurut saya tetap penting, sebagai pembelajaran bahwa sesuatu harus terencana, terarah, terukur dan terevaluasi.
Jadi kaya'nya ketakutan akan tingginya pengangguran intelektual dikemudian hari disikapi dari rumah deh...mengarahkan anak-anak pada kepemilikan ketrampilan yang rasional sesuai bakatnya. Jadi sekarang saya pribadi bisa sedikit nyaman, gak perlu "ngoyo" menjadikan anak-anak super seperti orang-orang sukses yang selama ini baru sempat kita saksikan. Padahal, tidak sedikit orang sukses yang berdiri mandiri karena mampu mengembangkan bakat. Aduh...semoga gak salah tangkep deh...Salam Manis -Listya-
Adi Nugroho said…
sekarang saya malah minat buat ngelanjutin sekolah S2 bidang bisnis mba, rencananya pengen terjun langsung di dunia bisnis. selain karena didorong rasa penasaran saya gara2 ngga keterima S1 manajemen ugm hehe ... (loh kok malah curhat) tp setidaknya saya juga pengen berkiprah di sektor riil dan berpartisipasi dalam pembangunan fundamental ekonomi indonesia. Cieh ...

tapi sekolah jaman sekarang semakin mahal saja ya mba? mana belum tentu langsung dapet kerja lagi ... :(
alhayat said…
Dhi, ada artikel menarik yg ditulis Ayah Edy di http://ayahkita.blogspot.com/2008/09/para-orang-tua-dan-guru-tercinta-apa.html

Tapi menurut sy, korelasi positif antara angka partisipasi pendidikan dengan pengangguran lebih disebabkan karena ketatnya kompetisi. Ketika, lulusanny banyak mereka hrs bersaing mendapatkan sejumlah tertentu pekerjaan (yg tentunya bonafide) sehingga banyk yg berguguran (dianggap nganggur)... dan sebaliknya.

Jangan terlalu pesimis. Yg sekolah tinggi-tinggi aj nganggur, apalagi klo tidak sekolah??? mencari ilmu itu jgn dipandang sempit, cuma bisa didapat disekolah... tapi kaluwihan bisa diperoleh di mana saja. Ada ayat-ayat yg sersurat dan tersirat.

Popular posts from this blog

Mutlak! Diversifikasi Pembangkit

Baru saja saya baca artikel di Media Indonesia mengenai pemberian stimulus fiskal bagi pembangkit tenaga listrik di Indonesia. Beberapa quote dari Bapak Fabby Tumiwa juga pernah saya dengar langsung dari beliaunya. Pembangunan pembangkit non-BBM akan membantu PLN mengantisipasi lonjakan harga minyak dunia yang tidak terduga. Karena ada estimasi pada 2012, harga minyak akan melonjak ke angka USD120 per barel Pernyataan Fabby tersebut cukup logis. Mengapa? Saya bersama teman-teman pernah membuat sebuah kajian mengenai ketenagalistrikan di Indonesia. Fakta yang saya temui cukup mencengangkan. Dengan kondisi harga minyak pada tahun 2008 sempat mencapai USD147 per barel, tarif listrik di Indonesia masih menggunakan TDL 2003. Karuan saja PLN rugi terus karena komposisi input bahan bakar bagi pembangkit di Indonesia masih didominasi oleh bahan bakar fosil (>75% sumber energi pembangkit listrik menggunakan minyak dan batubara). Padahal semakin mahal harga minyak dunia maka komposisi biaya ...

Lessons Learned from APEC Training Program

Few days ago, APEC in coorporation with Japan Fair Trade Commission (JFTC) and Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) helds APEC Training on Competition Policy. This event took place in Sanur Paradise Hotel & Resort, Bali and attended by representatives of several competition policy agency from Rusia, Japan, Mexico, Chile, Peru, Taiwan, Singapore, China, Vietnam, Thailand, Malaysia, and Chinese Taipei. Here are discussion pointer: there are two kind of definition regarding industrial policy which are narrow and broad definition. the narrow definition of industrial policy is policy to promote the economic interests of a particular domestic industry or firm, SOE or private, by providing protection from competition, preferential access to factors of production or to a market for its product or services. otherwise, the broad definition is all the previous policies but to include wider social or infrastructure investment to promote economic development and the welfare of a firm or indu...

LIAISON OFFICER, SALAH SATU WAJAH BI DI MATA INTERNASIONAL

Waktu sudah menunjukkan pukul 1 malam. Ridwan (KPw Kaltim) masih mondar mandir di executive lounge Bandara Ngurah Rai dengan berpakaian batik lengan panjang terbaik yang dia miliki. Motifnya madura. Ridwan sengaja menyiapkannya khusus untuk kesempatan langka ini, menyambut kedatangan Gubernur Reserve Bank of India, Raghuram Rajan, di Bali untuk menghadiri pertemuan Gubernur Bank Sentral Asia Pasifik ( EMEAP Governors Meeting) pada Juli 2016 lalu. Ridwan bertugas sebagai LO yang akan ‘menempel’ Raghuram Rajan selama rangkaian acara ini. Raghu ditemani oleh Ridwan Bagi Ridwan ini adalah momen spesial. Sebelumnya Ridwan tidak mengetahui siapa Raghuram Rajan, sampai dia melihat fim Inside Job (2010). Sebuah film dokumenter tentang krisis finansial global tahun 2008 ini telah memperkenalkannya pada Raghu.   Raghu, begitulah dia disapa di forum-forum internasional, adalah sosok yang sangat disegani. Nama Raghu tersohor baik sebagai mantan ekonom utama di IMF, Profesor di Universi...