Bagi teman-teman yang mengikuti berita belakangan ini namun masih blank mengenai bagaimana memahami berita mengenai krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008 ini, saya akan mencoba memberikan paparan singkat dan semoga mudah untuk dipahami mengenai apa yang sebenarnya terjadi dengan perekonomian dunia belakangan ini dan mengapa sistem keuangan dunia mengalami krisis.
Pertama, tentunya kita sering mendengar apa yang banyak disebut-sebut di berbagai media bahwa penyebab dari semua ini adalah dari subprime mortgage. Sebenarnya apa yang disebut subprime mortgage itu sendiri? sebelumnya perlu diketahui mengenai subprime lending yang merupakan pinjaman yang diperuntukkan bagi pihak-pihak yang tidak memiliki credit rating yang bagus (yang sebenarnya tidak layak mendapatkan kredit), dengan kompensasi tingkat suku bunga yang tinggi. Secara bodon, mortgage bisa diartikan seperti KPR. Bank meminjamkan uang kepada calon kreditur KPR. Seiring dengan kemajuan sektor keuangan dan inovasi-inovasi produknya, kemudian muncul instrumen investasi yang baru melalui proses sekuritisasi yang kemudian dibeli oleh para investor. Dari sini dapat dilihat bahwa secara langsung risiko-risiko dari KPR tersebut (seperti risiko kredit, harga aset, likuiditas, dan counterparty) telah diteruskan kepada investor. Parahnya lagi, instrumen sekuritisasi ini juga dijual secara global. Skema sekuritisasi dapat dilihat di sini
Kombinasi kondisi tingkat suku bunga AS yang rendah dan large inflow dari kapital ke AS telah menyebabkan kredit menjadi terlihat lancar. Permintaan akan rumah di AS menjadi semakin tinggi yang menyebabkan harga rumah meningkat sampai 124%. Ditambah lagi dengan para kreditur rumah yang tergiur dengan kenaikan harga rumah yang semakin drastis yang kemudian menyebabkan mereka mengambil KPR lagi untuk yang ke sekian kalinya berharap mendapatkan pengembalian investasi yang besar. Akibatnya supply rumah menjadi banyak dan menyebabkan harga rumah tidak setinggi sebelumnya, ditambah lagi dengan dipakainya adjustable-rate mortgage sebagai konsekuensi dari kenaikan harga rumah yang masif sebelumnya. Akibatnya kreditur KPR menjadi tidak mampu untuk membayar cicilan rumah yang dimilikinya.
Penyebab berikutnya adalah perilaku menganggap bahwa rumah merupakan instrumen investasi. Rumah tidak lagi berfungsi sebagai hunian yang ditinggali namun hanya disimpan dan dijual saat harganya naik nanti. Jika setiap orang berpikiran sama yaitu menganggap bahwa investasi di properti tidak akan rugi karena harganya akan semakin meningkat dapat dibayangkan akibatnya. Dari sini sudah timbul perilaku spekulatif. Hal ini didukung dengan kemudahan yang sangat terhadap akses KPR bahkan oleh orang-orang yang sebenarnya tidak mampu. Banyak kemudian pinjaman-pinjaman yang tidak berbasis prudential banking. Selain itu tidak ada aturan ketat dari pemerintah AS terkait dengan praktek mortgaging ini. Perlakuan khusus yang terlalu longgar kepada Freddie Mac dan Fannie Mae yang menebitkan instrumen keuangan berbasis KPR juga disinyalir menjadi penyebabnya. Karena menggiurkan akhirnya banyak bank investasi yang berinvestasi di sini. Akibatnya leverage ratio bank investasi menjadi tinggi.
Dampaknya kemudian sangat jelas terlihat ketika para pialang di pasar panik saat terjadi default dari para kreditur KPR. Para pialang kemudian cepat-cepat mennjual instrumen investasi tersebut dan memindahkan dananya ke komoditas. Yang paling terkena dampaknya adalah bank-bank investasi. Northern Rock di Inggris menjadi korban pertama disusul oleh Lehman Brothers dan beberapa bank investasi ternama di AS seperti Merril Lynch dan perusahaan asuransi AIG. Indeks Dow Jones jatuh lebih dari 4% dan banyak bursa di Asia mengalami kejatuhan serupa. IHSG sendiri sempat jatuh sampai dengan 10% yang menyebabkan Bapepam men-suspend perdagangan selama beberapa hari akibat adanya panic selling dari para investor. Penolakan bailout pemerintah AS oleh DPR-nya menyebabkan Dow Jones semakin jatuh sebesar 7%, NASDAQ jatuh sebesar 9.1% dan S&P turun sebesar 8.8%
Spekulasi di komoditas juga sedikit banyak mengalami hal serupa sehingga menyebabkan harga minyak dunia Brent Crude menjadi turun yang pada awal tahun sempat melewati angka USD140 kini tinggal USD64 per barel. Inilah akibatnya apabila sistem keuangan dunia dibangun dengan dasar ribawi yang rapuh. Rentan akan kejatuhan.
Pertama, tentunya kita sering mendengar apa yang banyak disebut-sebut di berbagai media bahwa penyebab dari semua ini adalah dari subprime mortgage. Sebenarnya apa yang disebut subprime mortgage itu sendiri? sebelumnya perlu diketahui mengenai subprime lending yang merupakan pinjaman yang diperuntukkan bagi pihak-pihak yang tidak memiliki credit rating yang bagus (yang sebenarnya tidak layak mendapatkan kredit), dengan kompensasi tingkat suku bunga yang tinggi. Secara bodon, mortgage bisa diartikan seperti KPR. Bank meminjamkan uang kepada calon kreditur KPR. Seiring dengan kemajuan sektor keuangan dan inovasi-inovasi produknya, kemudian muncul instrumen investasi yang baru melalui proses sekuritisasi yang kemudian dibeli oleh para investor. Dari sini dapat dilihat bahwa secara langsung risiko-risiko dari KPR tersebut (seperti risiko kredit, harga aset, likuiditas, dan counterparty) telah diteruskan kepada investor. Parahnya lagi, instrumen sekuritisasi ini juga dijual secara global. Skema sekuritisasi dapat dilihat di sini
Kombinasi kondisi tingkat suku bunga AS yang rendah dan large inflow dari kapital ke AS telah menyebabkan kredit menjadi terlihat lancar. Permintaan akan rumah di AS menjadi semakin tinggi yang menyebabkan harga rumah meningkat sampai 124%. Ditambah lagi dengan para kreditur rumah yang tergiur dengan kenaikan harga rumah yang semakin drastis yang kemudian menyebabkan mereka mengambil KPR lagi untuk yang ke sekian kalinya berharap mendapatkan pengembalian investasi yang besar. Akibatnya supply rumah menjadi banyak dan menyebabkan harga rumah tidak setinggi sebelumnya, ditambah lagi dengan dipakainya adjustable-rate mortgage sebagai konsekuensi dari kenaikan harga rumah yang masif sebelumnya. Akibatnya kreditur KPR menjadi tidak mampu untuk membayar cicilan rumah yang dimilikinya.
Penyebab berikutnya adalah perilaku menganggap bahwa rumah merupakan instrumen investasi. Rumah tidak lagi berfungsi sebagai hunian yang ditinggali namun hanya disimpan dan dijual saat harganya naik nanti. Jika setiap orang berpikiran sama yaitu menganggap bahwa investasi di properti tidak akan rugi karena harganya akan semakin meningkat dapat dibayangkan akibatnya. Dari sini sudah timbul perilaku spekulatif. Hal ini didukung dengan kemudahan yang sangat terhadap akses KPR bahkan oleh orang-orang yang sebenarnya tidak mampu. Banyak kemudian pinjaman-pinjaman yang tidak berbasis prudential banking. Selain itu tidak ada aturan ketat dari pemerintah AS terkait dengan praktek mortgaging ini. Perlakuan khusus yang terlalu longgar kepada Freddie Mac dan Fannie Mae yang menebitkan instrumen keuangan berbasis KPR juga disinyalir menjadi penyebabnya. Karena menggiurkan akhirnya banyak bank investasi yang berinvestasi di sini. Akibatnya leverage ratio bank investasi menjadi tinggi.
Dampaknya kemudian sangat jelas terlihat ketika para pialang di pasar panik saat terjadi default dari para kreditur KPR. Para pialang kemudian cepat-cepat mennjual instrumen investasi tersebut dan memindahkan dananya ke komoditas. Yang paling terkena dampaknya adalah bank-bank investasi. Northern Rock di Inggris menjadi korban pertama disusul oleh Lehman Brothers dan beberapa bank investasi ternama di AS seperti Merril Lynch dan perusahaan asuransi AIG. Indeks Dow Jones jatuh lebih dari 4% dan banyak bursa di Asia mengalami kejatuhan serupa. IHSG sendiri sempat jatuh sampai dengan 10% yang menyebabkan Bapepam men-suspend perdagangan selama beberapa hari akibat adanya panic selling dari para investor. Penolakan bailout pemerintah AS oleh DPR-nya menyebabkan Dow Jones semakin jatuh sebesar 7%, NASDAQ jatuh sebesar 9.1% dan S&P turun sebesar 8.8%
Spekulasi di komoditas juga sedikit banyak mengalami hal serupa sehingga menyebabkan harga minyak dunia Brent Crude menjadi turun yang pada awal tahun sempat melewati angka USD140 kini tinggal USD64 per barel. Inilah akibatnya apabila sistem keuangan dunia dibangun dengan dasar ribawi yang rapuh. Rentan akan kejatuhan.
Comments
sigh..
-sudorowerti-
d real scholar
Pemberian kredit yang ekspansif telah mengakibatkan Sub-Prime, dimana skor kredit dibawah standard, dokumentasi sangat longgar bahkan peminjam yang tidak punya pendapatan, tidak punya pekerjaan dan tidak punya aset bisa mendapatkan pinjaman kepemilikan rumah dan kredit kendaraan. Akibanya lembaga-lembaga keuangan dan lembaga-lembaga penjamin mengalami kerugian, hingga berakibat pada hilangnya kepercayaan kepada lembaga dan pasar keuangan. Hingga hal itu terjadi pada hampir seluruh negara dengan sistem keuangan (investasi dan perdagangan) yang terkait dengan pasar keuangan global.
Ada 2 implikasi yang menurut saya patut dicermati, pertama pada negara maju yaitu deleveraging, konsolidasi, fund raising, pemberian kredit yang terbatas,berkurangnya belanja perusahaan dan rumah tangga, turunnya aggregate demand, lalu resesi menanti. Kedua, ke Indonesia tentunya..yaitu adanya kompetisi untuk merebut kapital di pasar modal (D>S) sehingga yield/suku bunga naik, adanya penurunan lukuiditas USD dipasar modal, refinancing pada pemerintah (APBN) dan swasta semakin berat dan sulit dan akan turunnya ekspor.
Kira-kira begitu Adi...karena keterbatasan saya jadi ndak bisa kasih komentar yang oke ya...
DARI PENGALAMAN....
Rumah pertama saya beli dengan menggunakan fasilitas KPR BTN. Pada waktu itu, karena kebutuhan akan tempat tinggal maka itu adalah satu-satunya pilihan. Tentu saja lama angsuran merupakan pilihan yang disesuaikan dengan keuangan keluarga...jadi ya memang dipikirkan bener kelangsungannya. 7 tahun kemudian ternyata tidak semua tetangga menempati rumahnya, bahkan sebagian besar dikontrakkan (karena mungkin sudah rumah kesekian...), bahkan sudah ada yang berpindah tangan kesekian orang. Ini fenomena yang mungkin saja terjadi dibeberapa tempat. Apalagi sekarang perumahan tempat tinggal saya mendesain menjadi perumahan "multimedia" dengan fasilitas hotspot 24 jam, tentu saja menjadi daya jual sendiri. Tapi lagi-lagi soal fungsi rumah sebagai tempat tinggal atau investasi. Trus siapa yang salah ya...kalo kenyataan itu terakumulasi...dan berakibat pada akan adanya kredit macet perumahan di Indonesia???...Asal jangan terus "tanyakan pada rumput yang bergoyang" saja....
jawaban(ku) sederhana: who doesn't like bubbles? siapa sih yg ngga suka ngeliat aset/bursa yg bullish?
bayangin aja, hari ini anda liat grafik ihsg yg terus2an naik selama 1 thn terakhir, sedangkan suku bunga flat n iklim usaha gitu2 aja, padahal anda punya cukup duit utk diinvestasikan. semua credit rating bilang bagus, ekonom n pemerintah optimis. ya masuklah anda ke bursa saham... pengen nyicipi enaknya return yg tinggi. ya toh?
it's called "homo economicus". people's searching for highest profit. soal rasional/irasional udh nomor 2, karena mayoritas udh "percaya" pd pasar maupun regulatornya atau agennya.
"kan udh ada bapepam... kan udh ada broker yg bonafid... di amrik ada SEC dll... lehman bros, morgan stanley kan ngga pernah rugi mereka... pasti oke dong kalo saya pengen ambil untung juga...," more or less gitu lah.
and thousands of people thinking--and doing--the same way. sooo, back to pengantar makro, paradox of thrift terjadilah...
mekaten pak lik sarjiman
salam
-imrahil-
http://flickr.com/photos/ryansan
http://sketsaimajiner.blogspot.com/2008/12/ownership-society.html