Skip to main content

Mutlak! Diversifikasi Pembangkit

Baru saja saya baca artikel di Media Indonesia mengenai pemberian stimulus fiskal bagi pembangkit tenaga listrik di Indonesia. Beberapa quote dari Bapak Fabby Tumiwa juga pernah saya dengar langsung dari beliaunya.
Pembangunan pembangkit non-BBM akan membantu PLN mengantisipasi lonjakan harga minyak dunia yang tidak terduga. Karena ada estimasi pada 2012, harga minyak akan melonjak ke angka USD120 per barel
Pernyataan Fabby tersebut cukup logis. Mengapa?

Saya bersama teman-teman pernah membuat sebuah kajian mengenai ketenagalistrikan di Indonesia. Fakta yang saya temui cukup mencengangkan. Dengan kondisi harga minyak pada tahun 2008 sempat mencapai USD147 per barel, tarif listrik di Indonesia masih menggunakan TDL 2003. Karuan saja PLN rugi terus karena komposisi input bahan bakar bagi pembangkit di Indonesia masih didominasi oleh bahan bakar fosil (>75% sumber energi pembangkit listrik menggunakan minyak dan batubara). Padahal semakin mahal harga minyak dunia maka komposisi biaya pembangkitan juga akan semakin mahal (Bahkan sampai dengan tahun 2007 biaya pembangkitan dari minyak saja sudah mencapai 70% dari total biaya pembangkitan seluruh pembangkit listrik di Indonesia).

Diversifikasi sumber energi memang menjadi jawaban mutlak.

Comments

Adi Nugroho said…
Saya ada beberapa data yang relevan untuk mendukung posting tersebut. Jika ada yang mau lihat bisa hubungi saya
Anonymous said…
kalo sekarang harga minyak <$50 trus gimana dong? masih perlu diversifikasi?
Adi Nugroho said…
tetep butuh mas ... kita ngga bisa memprediksi akan berada pada level berapa harga minyak kita ke depan. Fluktuasinya terlalu besar. Lagipula ketergantungan kita terhadap bahan bakar fosil sudah cukup merepotkan. Saatnya kita introduce beberapa sumber energi yang terbarukan. Let say, air, angin, atau yang paling ekstrim sekalipun ...

nuklir ... (hehe! yg ini mungkin terlalu ekstrim yak)
Anonymous said…
nuklir engga ekstrem kok. wajar itu, banyak negara berkembang dan maju yg pake nuklir. kalo soal limbah itu yg harus ditangani hati2...

justru saya lebih prefer nuklir utk sumber energi utama, karena energi alternatif dari alam (angin, air, dll) cenderung subject-to-many-things. artinya, pembangkit listriknya harus menyesuaikan dg kondisi lingkungan di daerah tsb.
Adi Nugroho said…
ya ya ... sebenarnya saya juga sudah berpikir sejauh itu. Tiga tahun lalu saat saya di kampus bahkan pernah dilibatkan (meskipun cuma jadi kroco) dalam studi mengenai manajemen proyek PLTN dan penyiapan sumberdaya manusia. Batan dan Bapeten juga sudah inisiatif ke arah sana.

Namun pemikiran tersebut kemudian harus dibenturkan pada kenyataan yang terjadi pada Depo Pertamina Plumpang beberapa hari yang lalu.

Ngurusin premium aja bisa bocor segitu hebatnya apalagi kalo yang bocor nuklir. Coba saja bayangkan saja kalau depo plumpang itu depo nuklir...

Saya masih belum kebayang ... (^^)

Popular posts from this blog

Lessons Learned from APEC Training Program

Few days ago, APEC in coorporation with Japan Fair Trade Commission (JFTC) and Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) helds APEC Training on Competition Policy. This event took place in Sanur Paradise Hotel & Resort, Bali and attended by representatives of several competition policy agency from Rusia, Japan, Mexico, Chile, Peru, Taiwan, Singapore, China, Vietnam, Thailand, Malaysia, and Chinese Taipei. Here are discussion pointer: there are two kind of definition regarding industrial policy which are narrow and broad definition. the narrow definition of industrial policy is policy to promote the economic interests of a particular domestic industry or firm, SOE or private, by providing protection from competition, preferential access to factors of production or to a market for its product or services. otherwise, the broad definition is all the previous policies but to include wider social or infrastructure investment to promote economic development and the welfare of a firm or indu...

LIAISON OFFICER, SALAH SATU WAJAH BI DI MATA INTERNASIONAL

Waktu sudah menunjukkan pukul 1 malam. Ridwan (KPw Kaltim) masih mondar mandir di executive lounge Bandara Ngurah Rai dengan berpakaian batik lengan panjang terbaik yang dia miliki. Motifnya madura. Ridwan sengaja menyiapkannya khusus untuk kesempatan langka ini, menyambut kedatangan Gubernur Reserve Bank of India, Raghuram Rajan, di Bali untuk menghadiri pertemuan Gubernur Bank Sentral Asia Pasifik ( EMEAP Governors Meeting) pada Juli 2016 lalu. Ridwan bertugas sebagai LO yang akan ‘menempel’ Raghuram Rajan selama rangkaian acara ini. Raghu ditemani oleh Ridwan Bagi Ridwan ini adalah momen spesial. Sebelumnya Ridwan tidak mengetahui siapa Raghuram Rajan, sampai dia melihat fim Inside Job (2010). Sebuah film dokumenter tentang krisis finansial global tahun 2008 ini telah memperkenalkannya pada Raghu.   Raghu, begitulah dia disapa di forum-forum internasional, adalah sosok yang sangat disegani. Nama Raghu tersohor baik sebagai mantan ekonom utama di IMF, Profesor di Universi...