Skip to main content

Lanskap Baru Bisnis Pay TV di Indonesia

Masih segar dalam ingatan kita ketika beberapa tahun lalu kita masih dapat menyaksikan kesemarakan siaran langsung sepakbola Liga Inggris yang diklaim sebagai liga terbaik di dunia secara gratis. Film Bend it like Beckham, Green Street Hooligans, sampai dengan Goal 1 dan 2 telah menjadi efek dari kemeriahan siaran ini. Namun apa yang terjadi saat ini adalah kita tidak dapat lagi menyaksikan kemeriahan tersebut secara gratis di rumah sendiri tanpa berlangganan TV kabel. Alih-alih bisa menyaksikannya secara gratis, biasanya saya sendiri terpaksa harus pesan minimum satu gelas frappucino di AuLait untuk nonton siaran sepakbola ini. Tentu saja Anda tidak harus melakukannya dengan cara seperti apa yang biasa saya lakukan tapi yang ingin saya garisbawahi di sini adalah kenapa kita tidak lagi bisa menikmatinya secara gratis? Mari kita lihat!


Rezim oligopoli bisnis televisi berbayar di Indonesia telah dipatahkan oleh masuknya merek dagang Astro yang diusung oleh PT. Direct Vision dengan kejeliannya membeli lisensi tayangan Barclays Premier League (nama resmi siaran liga Inggris). Tentu saja peta persaingan yang selama ini diisi oleh Indovision, First Media, Telkom Vision, dan Indosat M2 berubah karena Astro yang baru hadir tahuhn 2006 saja sudah mampu melayani sebanyak 250 ribu pelanggan. Prestasi yang cukup hebat jika dibandingkan dengan pencapaian Indovision yang baru memperoleh 400 ribu pelanggan padahal sudah ada dalam bisnis ini selama 15 tahun. Akan tetapi diputus bersalahnya Astro dalam kasus pengambilalihan hak siar BPL oleh KPPU telah membuat PT. Direct Vision limbung bahkan sampai menutup bisnisnya sehingga pelanggan Astro tidak lagi bisa menikmati tayangan PayTV tersebut.

Namun demikian, di luar polemik tersebut, lewat aksi Astro yang mengambilalih hak siar liga Inggris kini masyarakat seakan-akan sudah mulai disadarkan bahwa untuk menikmati tayangan televisi yang berkualitas tidaklah gratis. Data yang diperoleh dari Nielsen Media Research (NMR) telah menyebutkan bahwa dari 60 juta pemilik televisi di Indonesia, 12 juta di antaranya berpotensi menjadi pelanggan pay TV. Namun demikian masih dipertanyakan kenapa penetrasi pasar dari pelaku bisnis PayTV ini masih ada dibawah 5%? Sangat jauh berbeda beberapa negara tetangga yang porsi pelanggan pay TV telah mencapai 40% di Malaysia dan bahkan 50% di Singapura.

Potensi pertumbuhan PayTV
di Indonesia diperkirakan akan semakin pesat mengingat saat ini konsumen televisi sudah mulai jenuh dengan tayangan-tayangan dari televisi Free To Air yang ada. Suguhan sinetron, infotainment, berita kriminal telah menjadi bagian hidup sehara-hari dari pemirsa televisi kita saat ini. Masih dari survey Nielsen, 64% tayangan sinetron dinilai tidak mendidik dan bahkan 73% tayangan infotainment juga dinilai buruk.

Tentu saja ini menjadi peluang pasar bagi pebisnis PayTV terutama sejak semakin 'galak'nya Komisi Penyiaran Indonesia memangkas tayangan-tayangan yang tidak berkualitas. Prospek bisnis ini diperkirakan cerah pada 2009.

Comments

Popular posts from this blog

Blackberry Oh Blackberry

Kemarin (15/6) pihak perusahaan telepon pintar ( smartphone ) ternama yang memproduksi produk ternama Blackberry yaitu Research In Motio n (RIM) telah bertemu dengan Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk membahas mengenai nasib bisnis Blackberry di Indonesia. Pertemuan ini dihadiri oleh delegasi RIM yaitu Robert E. Crow dan diterima oleh seluruh anggota BRTI kecuali Ketua. Salah satu yang menjadi isu dalam diskusi tersebut adalah maraknya produk Blackberry kloning yang beredar di masyarakat. Namun demikian tidak ada yang memungkiri bahwa perkembangan Blackberry di Indonesia setahun belakangan cukup pesat ditandai dengan kesediaan tiga operator seluler ternama seperti Indosat, Telkomsel, dan XL bersedia menjadi vendor lokal penyedia jaringan. Bahkan dalam setahun terakhir ini pertumbuhannya mencapai 500%. Saat ini pun pengguna Blackberry di Indonesia telah mencapai 400 ribu orang. Namun demikian perkembangan bisnis Blackberry di Indonesia

Outlook Ekonomi Indonesia 2010

Krisis keuangan global pada tahun 2008 sedikit banyak masih berpengaruh terhadap geliat ekonomi nasional pada tahun 2009. Tahun 2007 pertumbuhan ekonomi dunia mencapai angka yang cukup tinggi yaitu sebesar 5,2%. Namun pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi dunia melambat menjadi 3%, dan bahkan pada semester ke dua tahun 2009 jatuh ke level negatif pada angka -1,1%. Namun setelah kuartal ke tiga tahun 2009, ekonomi dunia mulai menggeliat dari keterpurukan akibat krisis keuangan global. Dampak krisis global kepada perekonomian Indonesia dapat terlihat dari nilai pertumbuhan GDP pada kuartal ke empat tahun 2008 yang berkontraksi sebesar -3,65%. Pada saat itu inflasi juga cukup tinggi yang mencapai puncaknya pada bukan September 2008 sebesar 12,14%. Kondisi tersebut memaksa Bank Indonesia sebagai otoritas keuangan untuk mematok BI-Rate cukup tinggi sebesar 9,5% pada bulan November dan Desember 2008. Pada saat itu pun cadangan devisa Indonesia berkurang sebesar USD 7 miliar hingga ke tingkat U

Update Sektor Ritel 2011

Setelah off beberapa saat, update Fairconomics kali ini akan membahas tentang perkembangan dunia ritel saat ini dimana pasca putusan KPPU tahun 2009 ternyata sudah banyak perubahan. Meskipun demikian saya coba gambarkan dulu bagaimana kemajuan sektor ini. Seiring dengan pertumbuhan kelas menengah di Indonesia, pertumbuhan ritel modern semakin meningkat terutama sejak tahun 2005. Setelah mengalami pertumbuhan yang lamban sebesar 5% pada tahun 2009 lalu, Economist Intelligent Unit (EIU) mengukur bahwa tahun 2010 sektor ritel tumbuh sebesar 10% dan sampai dengan 2015 diprediksi sektor ritel akan tumbuh sebesar 12 – 15%. Konsumen yang selama ini terbiasa dengan adanya pasar tradisional sebagai pusat kegiatan akan segera beralih dengan adanya pusat perbelanjaan dan hypermarket yang menawarkan kenyamanan dan juga hiburan.