Minyak goreng merupakan salah satu dari kebutuhan yang primer bagi rumah tangga. Namun demikian pergerakan harga minyak goreng dalam setahun terakhir sulit ditebak. Hal ini menyebabkan konsumen rumah tangga menjadi resah. Jika harga minyak goreng semakin tinggi tentu saja akan banyak rumah tangga yang berteriak.
Indonesia adalah negara penghasil kelapa sawit (CPO) terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Pangsa produksi minyak sawit Indonesia saat ini kurang lebih sebesar 36 persen dari total produksi dunia, sedangkan Malaysia telah mencapai kontribusi sebesar 47 persen. Sehingga secara bersama-sama, Indonesia dan Malaysia praktis menguasai 83 persen produksi dunia.
Peluang Indonesia untuk menggenjot produksi masih sangat besar, terutama dengan ketersediaan lahan, kesesuaian iklim, ketersediaan tenaga kerja relatif murah yang melimpah, serta biaya pembangunan dan perawatan per hektar yang juga lebih murah.
Industri kelapa sawit dalam satu dasawarsa ini sangat berkembang cukup pesat dengan banyak tumbuh dan berkembangnya perusahaan kelapa sawit di tanah air. Sistem agroindustri kelapa sawit di Indonesia semakin lama semakin berkembang karena dipengaruhi oleh kondisi industri yang mempengaruhinya yang saling kompetitif.
Dalam perkembangannya sistem agroindustri kelapa sawit mengalami berbagai macam perubahan strategi. Kondisi tersebut menuntut untuk menjaga kelangsungan efisiensi dan efektivitas operasional sistem agroindustri kelapa sawit.
Salah satu strategi untuk menciptakan suatu efisiensi dan efektivitas di dalam agroindustri kelapa sawit di Indonesia adalah dengan menerapkan sistem integrasi vertikal sehingga semua sistem dan subsitem yang ada di agroindustri kelapa sawit dapat berjalan terintegrasi dan saling terkait sehingga akan menimbulkan suatu unit usaha atau unit kerja yang berjalan secara efisien.
Dalam pola pemilikan dan pengusahaan kelapa sawit di Indonesia, terdapat perusahaan minyak goreng yang terintegrasi dengan perkebunan CPO dan ada pula perusahaan minyak goreng yang tidak terintergrasi dengan perkebunan CPO. Di Indonesia, Karakteristik industri minyak goreng adalah sebanyak 32% non integrasi, sisanya sebanyak 66% terintegrasi.
Saat ini pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan terkait dengan upaya stabilisasi harga minyak goreng antara lain adalah Domestic Market Obligation (DMO), pajak ekspor (PE), pajak pertambahan nilai yang ditanggung pemerintah (PPN-DTP) hingga program kebijakan MINYAKITA. Namun demikian fakta di lapangan tidak selalu sesuai dengan apa yang diharapkan melalui kebijakan ini.
Melalui kebijakan DMO, pemerintah mengharapkan pasokan input dalam industri minyak goreng cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pertimbangannya adalah bahwa Indonesia merupakan penghasil bahan mentah untuk membuat minyak goreng yaitu Crude Palm Oil (CPO) atau dengan kata lain minyak kelapa sawit. Selain Indonesia, negara tetangga kita Malaysia juga merupakan produsen CPO yang besar.
Saat ini minyak kelapa sawit telah diperdagangkan sebagai komoditas di pasar internasional. Jika kondisi ini tidak mendapatkan campur tangan pemerintah maka eksportir CPO akan berlomba-lomba menjadi spekulan dengan menimbun stok CPO untuk menunggu kenaikan harga jual. Dampaknya eksportir akan menjual dengan harga mahal dengan biaya produksi yang tidak berubah.
Domestic Market Obligation sendiri merupakan kebijakan pemerintah dalam upaya stabilisasi harga minyak goreng dengan mewajibkan pelaku usaha produsen CPO untuk memasok kebutuhan bahan baku industri minyak goreng.
Pada mulanya DMO hanya didasarkan melalui komitmen ataupun kesepakatan diantara para produsen CPO pada tanggal 16 Mei 2007. Namun kemudian kesepakatan tersebut diwadahi dalam bentuk kebijakan pemerintah melalui SK Menteri Pertanian No. 339/Kpts/PD.300/5/2007.
Tidak jauh beda dengan kebijakan DMO, pemerintah juga menerapkan kebijakan Pajak Ekspor (PE). Kebijakan ini juga dilahirkan dengan tujuan untuk mengurangi insentif eksportir untuk mengekspor CPO ke luar negeri sehingga pasokan CPO di Indonesia cukup untuk memenuhi kebutuhan industri minyak goreng.
Sejak tanggal 3 September 2007, formulasi pengenaan Pajak Ekspor mengalami perubahan dari yang sebelumnya single rate menjadi progresif mengikuti perkembangan harga internasional. Tarif PE CPO dan produk lainnya sesuai Peraturan Menteri Keuangan adalah sebagai berikut:
Besaran Harga CPO dan PE
> US$550 0%
US$550 – US$649 2,5%
US$650 – US$749 5%
US$750 – US$849 7,5%
> US$850 10%
Besaran PE untuk produk turunan CPO
> US$550 0%
US$550 – US$649 1,5%
US$650 – US$749 4%
US$750 – US$849 6,5%
> US$850 9%
Keterangan: Produk turunan CPO seperti minyak gorend curah (Crude Olein), refined bleached deodorizer (RBD) olein (minyak goreng kemasan), RBD PKO serta stearin, kernel stearin, olein, dan RBD palm oil
Intervensi pemerintah dari sisi output juga dilakukan antara lain dengan menerapkan kebijakan peluncuran porduk minyak goreng kemasan sederhana dan higienis serta terjangkau bagi masyarakat. Minyak tersebut kemudian diberi merk Minyakita.
Program Minyakita merupakan program kerjasama antara pemerintah dengan produsen minyak goreng nasional untuk menyediakan produk minyak goreng kemasan sederhana yang higienis dan terjangkau bagi masyarakat. Latar belakang pemerintah melaksanakan program minyakita adalah masih banyaknya perdagangan minyak goreng yang dilakukan dalam keadaan curah, dimana kondisi sanitasi, higienitas, dan keamanannya masih sangat rendah.
Selain itu, jika dilihat dari sisi harga, fluktuasi harga minyak goreng curah di pasar domestik dianggap tidak menguntungkan konsumen dalam negeri, khususnya pada saat harga minyak goreng tinggi seperti saat ini. Atas dasar tersebut pemerintah menetapkan kebijakan program minyakita untuk mencapai dua tujuan utama, yaitu meningkatkan keamanan pangan serta menjaga stabilisasi harga minyak goreng di pasar domestik.
Selain program Minyakita, pemerintah juga menerapkan fasilitas pembebasan PPN atau PPN yang ditanggung pemerintah (PPN-DTP). untuk jenis minyak goreng curah dan tidak bermerek ditingkat produsen terhitung mulai tanggal 25 September 2007. Dalam pelaksanaannya, setiap faktur Pajak Keluaran produsen dan penjual minyak goreng di-cap “DTP”.
PPN sendiri merupakan pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang dan atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Indonesia menganut sistem tarif tunggal PPN yaitu sebesar 10%.
Dengan demikian secara definitif dapat dikemukakan bahwa PPN-DTP adalah pajak terutang suatu perusahaan, baik swasta maupun BUMN yang ditanggung pemerintah melalui penyediaan pagu anggaran dalam subsidi pajak. Kebijakan tersebut diadopsi pemerintah dalam rangka mendorong investasi dan melakukan stabilisasi harga pada saat perekonomian global melambat dan harga komoditas meningkat.
Namun demikian ternyata pada tahun 2008 harga CPO bergejolak sangat fluktuatif sehingga menyebabkan harga minyak goreng juga terimbas. Berbagai kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah ternyata tidak cukup efektif untuk menjaga stabilitas harga CPO dan minyak goreng.
Intervensi pemerintah dari sisi input seperti terhadap CPO melalui kebijakan DMO pada bulan Mei 2007 dan kebijakan PE progresif pada bulan Agustus 2007 belum mampu untuk mendorong terjadinya penurunan harga minyak goreng di pasar domestik. Bahkan pada periode bulan Januari 2006 s/d Maret 2008 saat kenaikan harga CPO, harga minyak goreng baik curah maupun kemasan menunjukkan kecenderungan untuk naik mengikuti pergerakan harga CPO dunia.
Pemerintah juga telah melakukan intervensi dari sisi output. Kebijakan PPN-DTP maupun
peluncuran minyak dengan merk Minyakita masih juga belum dapat mendorong penurunan harga minyak goreng di pasar domestik sebagaimana yang diharapkan.
Relatif tidak berpengaruhnya implementasi kebijakan DMO maupun PE progresif terhadap penurunan harga input (CPO) yang diperdagangkan di pasar domestik dapat diduga karena hampir 70% industri minyak goreng sawit di Indonesia memiliki karakteristik pola pengusahaan yang terintegrasi secara vertikal. Sehingga kebijakan yang membebani pemasaran produk pada lini hulu (output berupa CPO) akan dialihkan pada proses produksi berikutnya yang mengakibatkan kenaikan harga minyak goreng
Relatif tidak berpengaruhnya implementasi kebijakan PPN-DTP dan kebijakan MINYAKITA terhadap penurunan harga output (minyak goreng) yang diperdagangkan di pasar domestik dapat diduga karena dua hal.
Pertama, karakteristik permintaan minyak goreng bersifat inelastis, sehingga perubahan pada harga tidak akan mempengaruhi jumlah konsumsi minyak goreng di pasar. Hal ini yang kemudian dimanfaatkan oleh produsen untuk tetap menetapkan harga minyak goreng pada level harga yang tinggi;
Kedua, Implementasi kebijakan MINYAKITA belum menurunkan harga minyak goreng (terutama kemasan) di pasar domestik dikarenakan substansi kebijakan tersebut praktis hanya akan dimanfaatkan para pelaku usaha dalam industri bersangkutan dalam mendeferensiasi produknya di pasar
Perilaku pelaku usaha minyak goreng di dalam negeri yang secara bersama-sama menjadikan harga CPO internasional (Rotterdam) sebagai acuan dalam menentukan harga jual minyak goreng mengindikasikan telah terjadinya praktek conscious parallelism antar pelaku usaha minyak goreng di dalam negeri. Tindakan tersebut akan merugikan konsumen karena membayar harga minyak goreng yang tidak wajar;
Dengan mencermati perbandingan margin antara harga rata-rata input CPO dengan harga output minyak goreng (olein) pada dua pasar yang berbeda (Indonesia dan Malaysia), terlihat adanya indikasi kinerja industri minyak goreng di Indonesia tidak efisien dibandingkan dengan industri minyak goreng di Malaysia.
Di sisi lain, masih rendahnya tingkat rata-rata utilisasi kapasitas terpasang industri minyak goreng sawit Indonesia, dan masih terus tumbuhnya angka pengembangan kapasitas baru untuk pengolahan minyak goreng sawit di Indonesia, menunjukan kecenderungan arah strategi pelaku usaha bidang bersangkutan untuk memanfaatkan besarnya potensi pasar minyak goreng ataupun produk turunan CPO di pasar dunia.
Indonesia adalah negara penghasil kelapa sawit (CPO) terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Pangsa produksi minyak sawit Indonesia saat ini kurang lebih sebesar 36 persen dari total produksi dunia, sedangkan Malaysia telah mencapai kontribusi sebesar 47 persen. Sehingga secara bersama-sama, Indonesia dan Malaysia praktis menguasai 83 persen produksi dunia.
Peluang Indonesia untuk menggenjot produksi masih sangat besar, terutama dengan ketersediaan lahan, kesesuaian iklim, ketersediaan tenaga kerja relatif murah yang melimpah, serta biaya pembangunan dan perawatan per hektar yang juga lebih murah.
Industri kelapa sawit dalam satu dasawarsa ini sangat berkembang cukup pesat dengan banyak tumbuh dan berkembangnya perusahaan kelapa sawit di tanah air. Sistem agroindustri kelapa sawit di Indonesia semakin lama semakin berkembang karena dipengaruhi oleh kondisi industri yang mempengaruhinya yang saling kompetitif.
Dalam perkembangannya sistem agroindustri kelapa sawit mengalami berbagai macam perubahan strategi. Kondisi tersebut menuntut untuk menjaga kelangsungan efisiensi dan efektivitas operasional sistem agroindustri kelapa sawit.
Salah satu strategi untuk menciptakan suatu efisiensi dan efektivitas di dalam agroindustri kelapa sawit di Indonesia adalah dengan menerapkan sistem integrasi vertikal sehingga semua sistem dan subsitem yang ada di agroindustri kelapa sawit dapat berjalan terintegrasi dan saling terkait sehingga akan menimbulkan suatu unit usaha atau unit kerja yang berjalan secara efisien.
Dalam pola pemilikan dan pengusahaan kelapa sawit di Indonesia, terdapat perusahaan minyak goreng yang terintegrasi dengan perkebunan CPO dan ada pula perusahaan minyak goreng yang tidak terintergrasi dengan perkebunan CPO. Di Indonesia, Karakteristik industri minyak goreng adalah sebanyak 32% non integrasi, sisanya sebanyak 66% terintegrasi.
Saat ini pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan terkait dengan upaya stabilisasi harga minyak goreng antara lain adalah Domestic Market Obligation (DMO), pajak ekspor (PE), pajak pertambahan nilai yang ditanggung pemerintah (PPN-DTP) hingga program kebijakan MINYAKITA. Namun demikian fakta di lapangan tidak selalu sesuai dengan apa yang diharapkan melalui kebijakan ini.
Melalui kebijakan DMO, pemerintah mengharapkan pasokan input dalam industri minyak goreng cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pertimbangannya adalah bahwa Indonesia merupakan penghasil bahan mentah untuk membuat minyak goreng yaitu Crude Palm Oil (CPO) atau dengan kata lain minyak kelapa sawit. Selain Indonesia, negara tetangga kita Malaysia juga merupakan produsen CPO yang besar.
Saat ini minyak kelapa sawit telah diperdagangkan sebagai komoditas di pasar internasional. Jika kondisi ini tidak mendapatkan campur tangan pemerintah maka eksportir CPO akan berlomba-lomba menjadi spekulan dengan menimbun stok CPO untuk menunggu kenaikan harga jual. Dampaknya eksportir akan menjual dengan harga mahal dengan biaya produksi yang tidak berubah.
Domestic Market Obligation sendiri merupakan kebijakan pemerintah dalam upaya stabilisasi harga minyak goreng dengan mewajibkan pelaku usaha produsen CPO untuk memasok kebutuhan bahan baku industri minyak goreng.
Pada mulanya DMO hanya didasarkan melalui komitmen ataupun kesepakatan diantara para produsen CPO pada tanggal 16 Mei 2007. Namun kemudian kesepakatan tersebut diwadahi dalam bentuk kebijakan pemerintah melalui SK Menteri Pertanian No. 339/Kpts/PD.300/5/2007.
Tidak jauh beda dengan kebijakan DMO, pemerintah juga menerapkan kebijakan Pajak Ekspor (PE). Kebijakan ini juga dilahirkan dengan tujuan untuk mengurangi insentif eksportir untuk mengekspor CPO ke luar negeri sehingga pasokan CPO di Indonesia cukup untuk memenuhi kebutuhan industri minyak goreng.
Sejak tanggal 3 September 2007, formulasi pengenaan Pajak Ekspor mengalami perubahan dari yang sebelumnya single rate menjadi progresif mengikuti perkembangan harga internasional. Tarif PE CPO dan produk lainnya sesuai Peraturan Menteri Keuangan adalah sebagai berikut:
Besaran Harga CPO dan PE
> US$550 0%
US$550 – US$649 2,5%
US$650 – US$749 5%
US$750 – US$849 7,5%
> US$850 10%
Besaran PE untuk produk turunan CPO
> US$550 0%
US$550 – US$649 1,5%
US$650 – US$749 4%
US$750 – US$849 6,5%
> US$850 9%
Keterangan: Produk turunan CPO seperti minyak gorend curah (Crude Olein), refined bleached deodorizer (RBD) olein (minyak goreng kemasan), RBD PKO serta stearin, kernel stearin, olein, dan RBD palm oil
Intervensi pemerintah dari sisi output juga dilakukan antara lain dengan menerapkan kebijakan peluncuran porduk minyak goreng kemasan sederhana dan higienis serta terjangkau bagi masyarakat. Minyak tersebut kemudian diberi merk Minyakita.
Program Minyakita merupakan program kerjasama antara pemerintah dengan produsen minyak goreng nasional untuk menyediakan produk minyak goreng kemasan sederhana yang higienis dan terjangkau bagi masyarakat. Latar belakang pemerintah melaksanakan program minyakita adalah masih banyaknya perdagangan minyak goreng yang dilakukan dalam keadaan curah, dimana kondisi sanitasi, higienitas, dan keamanannya masih sangat rendah.
Selain itu, jika dilihat dari sisi harga, fluktuasi harga minyak goreng curah di pasar domestik dianggap tidak menguntungkan konsumen dalam negeri, khususnya pada saat harga minyak goreng tinggi seperti saat ini. Atas dasar tersebut pemerintah menetapkan kebijakan program minyakita untuk mencapai dua tujuan utama, yaitu meningkatkan keamanan pangan serta menjaga stabilisasi harga minyak goreng di pasar domestik.
Selain program Minyakita, pemerintah juga menerapkan fasilitas pembebasan PPN atau PPN yang ditanggung pemerintah (PPN-DTP). untuk jenis minyak goreng curah dan tidak bermerek ditingkat produsen terhitung mulai tanggal 25 September 2007. Dalam pelaksanaannya, setiap faktur Pajak Keluaran produsen dan penjual minyak goreng di-cap “DTP”.
PPN sendiri merupakan pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang dan atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Indonesia menganut sistem tarif tunggal PPN yaitu sebesar 10%.
Dengan demikian secara definitif dapat dikemukakan bahwa PPN-DTP adalah pajak terutang suatu perusahaan, baik swasta maupun BUMN yang ditanggung pemerintah melalui penyediaan pagu anggaran dalam subsidi pajak. Kebijakan tersebut diadopsi pemerintah dalam rangka mendorong investasi dan melakukan stabilisasi harga pada saat perekonomian global melambat dan harga komoditas meningkat.
Namun demikian ternyata pada tahun 2008 harga CPO bergejolak sangat fluktuatif sehingga menyebabkan harga minyak goreng juga terimbas. Berbagai kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah ternyata tidak cukup efektif untuk menjaga stabilitas harga CPO dan minyak goreng.
Intervensi pemerintah dari sisi input seperti terhadap CPO melalui kebijakan DMO pada bulan Mei 2007 dan kebijakan PE progresif pada bulan Agustus 2007 belum mampu untuk mendorong terjadinya penurunan harga minyak goreng di pasar domestik. Bahkan pada periode bulan Januari 2006 s/d Maret 2008 saat kenaikan harga CPO, harga minyak goreng baik curah maupun kemasan menunjukkan kecenderungan untuk naik mengikuti pergerakan harga CPO dunia.
Pemerintah juga telah melakukan intervensi dari sisi output. Kebijakan PPN-DTP maupun
peluncuran minyak dengan merk Minyakita masih juga belum dapat mendorong penurunan harga minyak goreng di pasar domestik sebagaimana yang diharapkan.
Relatif tidak berpengaruhnya implementasi kebijakan DMO maupun PE progresif terhadap penurunan harga input (CPO) yang diperdagangkan di pasar domestik dapat diduga karena hampir 70% industri minyak goreng sawit di Indonesia memiliki karakteristik pola pengusahaan yang terintegrasi secara vertikal. Sehingga kebijakan yang membebani pemasaran produk pada lini hulu (output berupa CPO) akan dialihkan pada proses produksi berikutnya yang mengakibatkan kenaikan harga minyak goreng
Relatif tidak berpengaruhnya implementasi kebijakan PPN-DTP dan kebijakan MINYAKITA terhadap penurunan harga output (minyak goreng) yang diperdagangkan di pasar domestik dapat diduga karena dua hal.
Pertama, karakteristik permintaan minyak goreng bersifat inelastis, sehingga perubahan pada harga tidak akan mempengaruhi jumlah konsumsi minyak goreng di pasar. Hal ini yang kemudian dimanfaatkan oleh produsen untuk tetap menetapkan harga minyak goreng pada level harga yang tinggi;
Kedua, Implementasi kebijakan MINYAKITA belum menurunkan harga minyak goreng (terutama kemasan) di pasar domestik dikarenakan substansi kebijakan tersebut praktis hanya akan dimanfaatkan para pelaku usaha dalam industri bersangkutan dalam mendeferensiasi produknya di pasar
Perilaku pelaku usaha minyak goreng di dalam negeri yang secara bersama-sama menjadikan harga CPO internasional (Rotterdam) sebagai acuan dalam menentukan harga jual minyak goreng mengindikasikan telah terjadinya praktek conscious parallelism antar pelaku usaha minyak goreng di dalam negeri. Tindakan tersebut akan merugikan konsumen karena membayar harga minyak goreng yang tidak wajar;
Dengan mencermati perbandingan margin antara harga rata-rata input CPO dengan harga output minyak goreng (olein) pada dua pasar yang berbeda (Indonesia dan Malaysia), terlihat adanya indikasi kinerja industri minyak goreng di Indonesia tidak efisien dibandingkan dengan industri minyak goreng di Malaysia.
Di sisi lain, masih rendahnya tingkat rata-rata utilisasi kapasitas terpasang industri minyak goreng sawit Indonesia, dan masih terus tumbuhnya angka pengembangan kapasitas baru untuk pengolahan minyak goreng sawit di Indonesia, menunjukan kecenderungan arah strategi pelaku usaha bidang bersangkutan untuk memanfaatkan besarnya potensi pasar minyak goreng ataupun produk turunan CPO di pasar dunia.
Comments
You re, I guess , probably very interested to know how one can manage to receive high yields .
There is no initial capital needed You may start to get income with as small sum of money as 20-100 dollars.
AimTrust is what you thought of all the time
The firm represents an offshore structure with advanced asset management technologies in production and delivery of pipes for oil and gas.
Its head office is in Panama with structures around the world.
Do you want to become really rich in short time?
That`s your choice That`s what you wish in the long run!
I`m happy and lucky, I started to take up real money with the help of this company,
and I invite you to do the same. It`s all about how to choose a correct companion who uses your savings in a right way - that`s AimTrust!.
I make 2G daily, and my first investment was 500 dollars only!
It`s easy to get involved , just click this link http://esaxuqap.easyfreehosting.com/fehaqe.html
and go! Let`s take this option together to become rich
You re, I guess , probably very interested to know how one can make real money .
There is no initial capital needed You may commense to receive yields with as small sum of money as 20-100 dollars.
AimTrust is what you need
AimTrust represents an offshore structure with advanced asset management technologies in production and delivery of pipes for oil and gas.
Its head office is in Panama with affiliates around the world.
Do you want to become an affluent person?
That`s your choice That`s what you really need!
I feel good, I began to take up real money with the help of this company,
and I invite you to do the same. It`s all about how to select a correct companion who uses your funds in a right way - that`s AimTrust!.
I earn US$2,000 per day, and my first deposit was 1 grand only!
It`s easy to join , just click this link http://asocakuri.kogaryu.com/eteryb.html
and lucky you`re! Let`s take our chance together to become rich