Skip to main content

Update Sektor Ritel 2011

Setelah off beberapa saat, update Fairconomics kali ini akan membahas tentang perkembangan dunia ritel saat ini dimana pasca putusan KPPU tahun 2009 ternyata sudah banyak perubahan. Meskipun demikian saya coba gambarkan dulu bagaimana kemajuan sektor ini. Seiring dengan pertumbuhan kelas menengah di Indonesia, pertumbuhan ritel modern semakin meningkat terutama sejak tahun 2005. Setelah mengalami pertumbuhan yang lamban sebesar 5% pada tahun 2009 lalu, Economist Intelligent Unit (EIU) mengukur bahwa tahun 2010 sektor ritel tumbuh sebesar 10% dan sampai dengan 2015 diprediksi sektor ritel akan tumbuh sebesar 12 – 15%. Konsumen yang selama ini terbiasa dengan adanya pasar tradisional sebagai pusat kegiatan akan segera beralih dengan adanya pusat perbelanjaan dan hypermarket yang menawarkan kenyamanan dan juga hiburan.

Sejak tahun 1998, perusahaan penanaman modal asing (PMA) telah diizinkan untuk membuka kegiatan usahanya di sektor ritel dimana terlihat pada saat itu PMA Perancis yaitu Carrefour masuk ke Indonesia. Saat ini Carrefour telah memiliki 64 outlet hypermarket. Peritel asing lainnya yang kemudian bergabung adalah Lottemart dari Korea Selatan, dan Sogo dari Jepang yang bergerak di format Department Store. Keberadaan peritel asing ini kemudian berdampingan dengan peritel lokal yang sudah berdiri seperti Matahari yang merupakan peritel terbesar dilihat dari market value-nya, Indomarco Prismatama dan Hero Supermarket. Format hypermarket menjadi semakin populer sejak diperkenalkan pada tahun 2003. Saat ini format hypermarket telah membukukan 40% dari penjualan sektor ritel di Indonesia. Dalam format ini, Carrefour memperoleh pangsa pasar tertinggi pada tahun 2010 yaitu sebesar 40%. Perubahan gaya hidup masyarakat dan juga kombinasi kenyamanan dan murahnya harga produk yang dijual menyebabkan format ini cocok bagi konsumen Indonesia.

Meskipun pertumbuhan ritel modern cukup pesat, namun masyarakat Indonesia masih membutuhkan keberadaan pasar tradisional. Tercatat 60% dari total pengeluaran untuk sektor ritel mengalir ke pasar tradisional karena fasilitas ritel modern masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Namun demikian dalam beberapa periode ke depan seiring dengan rencana ekspansi pengembang dan peritel modern ke luar Jawa, peran pasar tradisional diperkirakan akan menurun. Carrefour telah mengumumkan untuk melakukan ekspansi sebanyak 20 outlet pada tahun 2011. Matahari juga akan melakukan ekspansi sebanyak 17 outlet Hypermart baru dan akan fokus di wilayah timur Indonesia seperti Papua. Lotte Mart yang masuk ke Indonesia dengan mengakuisisi Makro Indonesia pada tahun 2008 merencanakan untuk membukan 30 hypermarket sampai dengan tahun 2015. 

Mini market dan convenience store juga tidak ketinggalan dengan memiliki rencana yang cukup ambisius untuk berkontribusi pada perkembangan ritel modern. Sumber Alfaria Trijaya yang memiliki merk Alfamart yang telah memiliki 4.853 outlet di seluruh Indonesia akan menargetkan menambah 800 outlet lagi untuk menyaingi rival terberatnya yaitu Indomaret yang dimiliki oleh Indomarco Prismatama. Indomaret sendiri diperkirakan akan melengkapi portofolio franchisenya sebanyak 800 outlet pada tahun 2011 menjadi 5.755 toko. Peraturan pemerintah untuk melindungi para peritel tradisional sedikit banyak menyebabkan ruang gerak ritel modern menjadi terbatas. 

Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 2 Tahun 2002 mengharuskan bahwa ritel modern harus berada pada jarak tertentu dari pasar tradisional. Jarak ini ditentukan oleh ukuran dari ritel modern tersebut, meskipun penegakan aturan ini masih terlihat kurang serius di lapangan dengan adanya ritel modern yang masih buka berdampingan dengan pasar tradisional. Selain itu ada Peraturan Presiden No. 111/2008 yang membatasi perusahaan PMA untuk berinvestasi di sektor ritel dengan luas gerai di atas 1200 m2 dan Department Store di atas 2000 m2 atau lebih. Peraturan lain yang mengatur adalah Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 53 Tahun 2008 yang menegaskan bahwa hipermarket hanya boleh berada pada jalan arteri atau jalan yang dapat dilalui dengan kecepatan tinggi. Aturan ini menghambat daya tarik investor karena lambatnya pertumbuhan pembangunan jalan raya. Namun demikian peluang masih ada untuk perkembangan di luar Jawa. Namun demikian untuk realisasinya diperlukan antara peritel, pemerintah daerah, dan investor dalam proyek kemitraan. 

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah memutus beberapa kasus terkait dengan sektor ritel di antaranya adalah penerapan minus margin oleh Carrefour pada tahun 2005 dan praktek monopoli dan penyalahgunaan posisi dominan pada tahun 2009. Terkait dengan penerapan minus margin, KPPU menyoroti praktek bisnis yang dilakukan oleh peritel berupa penetapan harga jual kembali yang dapat menyebabkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Mahkamah Agung menguatkan putusan KPPU terkait minus margin tersebut dan menghukum Carrefour untuk membayar denda sebesar Rp1 miliar. Namun demikian pada tahun 2010 Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap terkait praktek monopoli dan penyalahgunaan posisi dominan dimana Carrefour tidak terbukti melakukan praktek monopoli dan penyalahgunaan posisi dominan atas akuisisi Alfa Retailindo oleh Carrefour pada tahun 2008. Meskipun demikian KPPU tetap akan melakukan pengawasan terhadap sektor ritel secara keseluruhan agar tetap sesuai dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. 

Pada tahun 2015 diperkirakan penjualan di sektor ritel akan meningkat sampai dengan US$513 miliar. Peningkatan ini didorong oleh kemajuan di sektor perbankan. Untuk menyikapi persaingan yang semakin ketat, peritel bekerjasama dengan bank menawarkan program loyalitas pelanggan dalam bentuk kartu keanggotaan sekaligus kartu kredit. Sebagai contoh, Carrefour melakukan kerjasama dengan Bank Mega sementara Hypermart melakukan kerjasama dengan Bank Mandiri. Para pemegang kartu kredit ditawarkan berbagai program diantaranya mulai dari diskon reguler sampai dengan program pembiayaan untuk pembelian dalam nilai besar seperti elektronik dan perkakas. Program ini mendorong tumbuhnya kredit konsumsi yang selaras dengan pertumbuhan penetrasi kartu kredit sebesar 4,5% (Bank Indonesia). Kenyamanan penggunaan kartu kredit tersebut akan mendorong pertumbuhan konsumsi masyarakat di ritel modern.

Comments

aliy said…
tulisane mbok di pisah2 paragraf-e Om, mumet mocone...

Popular posts from this blog

Blackberry Oh Blackberry

Kemarin (15/6) pihak perusahaan telepon pintar ( smartphone ) ternama yang memproduksi produk ternama Blackberry yaitu Research In Motio n (RIM) telah bertemu dengan Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk membahas mengenai nasib bisnis Blackberry di Indonesia. Pertemuan ini dihadiri oleh delegasi RIM yaitu Robert E. Crow dan diterima oleh seluruh anggota BRTI kecuali Ketua. Salah satu yang menjadi isu dalam diskusi tersebut adalah maraknya produk Blackberry kloning yang beredar di masyarakat. Namun demikian tidak ada yang memungkiri bahwa perkembangan Blackberry di Indonesia setahun belakangan cukup pesat ditandai dengan kesediaan tiga operator seluler ternama seperti Indosat, Telkomsel, dan XL bersedia menjadi vendor lokal penyedia jaringan. Bahkan dalam setahun terakhir ini pertumbuhannya mencapai 500%. Saat ini pun pengguna Blackberry di Indonesia telah mencapai 400 ribu orang. Namun demikian perkembangan bisnis Blackberry di Indonesia

Outlook Ekonomi Indonesia 2010

Krisis keuangan global pada tahun 2008 sedikit banyak masih berpengaruh terhadap geliat ekonomi nasional pada tahun 2009. Tahun 2007 pertumbuhan ekonomi dunia mencapai angka yang cukup tinggi yaitu sebesar 5,2%. Namun pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi dunia melambat menjadi 3%, dan bahkan pada semester ke dua tahun 2009 jatuh ke level negatif pada angka -1,1%. Namun setelah kuartal ke tiga tahun 2009, ekonomi dunia mulai menggeliat dari keterpurukan akibat krisis keuangan global. Dampak krisis global kepada perekonomian Indonesia dapat terlihat dari nilai pertumbuhan GDP pada kuartal ke empat tahun 2008 yang berkontraksi sebesar -3,65%. Pada saat itu inflasi juga cukup tinggi yang mencapai puncaknya pada bukan September 2008 sebesar 12,14%. Kondisi tersebut memaksa Bank Indonesia sebagai otoritas keuangan untuk mematok BI-Rate cukup tinggi sebesar 9,5% pada bulan November dan Desember 2008. Pada saat itu pun cadangan devisa Indonesia berkurang sebesar USD 7 miliar hingga ke tingkat U