Skip to main content

Rencana Penerapan Vertical Unbundling Strategy oleh Telstra

Kabar dari Australia mengatakan bahwa Australian Competition and Consumer Protection (ACCC) telah mengindikasikan keinginannya untuk memecah perusahaan telekomunikasi yang dominan di Australia yaitu Telstra ke dalam beberapa unit bisnis. Pemecahan unit usaha tersebut terkait dengan rencana pemerintah untuk menggelontorkan dana sebesar USD35,13 miliar untuk pembangunan jaringan pita lebar nasional (National Broadband Network/NBN) di Australia. Vertical unbundling ini diperkirakan oleh ACCC akan lebih ekstrim dari yang dilakukan oleh Telecom Corp. yang merupakan pelaku usaha telekomunikasi Selandia Baru. Vertical unbundling yang dilakukan oleh Telecom Cop. pada tahun 2007 hanya menghasilkan tiga divisi berbeda yaitu wholesale, retail, dan network. Sedangkan yang akan dilakukan oleh Telstra adalah memecah perusahaan menjadi tiga perusahaan. Namun demikian menurut Telstra tidak perlu ada pemecahan karena perusahaan masih tetap dapat beroperasi meskipun ada redundancy keberadaan jaringan. Seperti yang telah diketahui bahwa Telstra telah memiliki jaringan fixed line. Namun demikian pemerintah melalui Menteri Komunikasi menilai bahwa pemecahan Telstra akan memberikan outcome yang lebih baik kepada konsumen.

Berita Selengkapnya di bawah ini

Blogged with the Flock Browser


Australian Regulator Calls for Telstra Split

By RACHEL PANNETT and LYNDAL MCFARLAND

CANBERRA, Australia -- Australia's competition watchdog said Telstra Corp. should be split up to ensure a level playing field during the transition to a revamped national broadband network, but the company argues there's no need for such a move.

The Australian Competition and Consumer Commission said Friday a move to the planned multibillion-dollar national broadband network, or NBN, will allow structural arrangements that will increase transparency and competition.

By recommending a structural separation of Telstra, the ACCC has gone further than other jurisdictions that have imposed functional separation on their dominant telcos in recent times.

In 2007, the New Zealand government required former state-owned monopoly Telecom Corp. of New Zealand Ltd. to undergo a three-way split into wholesale, retail and network divisions. This followed a model adopted by the U.K. telecoms regulator in the case of BT Group PLC several years earlier.

However, under the ACCC's model, the split of Telstra would go even further, requiring a legal separation of Telstra's assets and activities into separate corporate entities with entirely separate owners and shareholders.

Communications Minister Stephen Conroy said Friday that regulatory reform is "urgently required" to deliver better outcomes for consumers.

The center-left Labor government doesn't yet have a "predetermined view or a preference" on the degree of regulatory reform required, a government spokesman said.

The government has already announced ambitious plans to help build a 43 billion Australian dollar (US$35.13 billion) NBN.

The network could make large parts of Telstra's existing fixed line infrastructure redundant and, while the door is open for Telstra to participate in building the new network, this could cost the group its title as the nation's dominant phone company, along with billions of dollars in lost revenue over time.

The ACCC's stance will prove a test for Telstra's new Chief Executive David Thodey, who took over from his controversial predecessor Solomon Trujillo last month.

In its submission to the government's regulatory review, Telstra argued that as the new network will be a separate, government-backed entity, there is no need to split its existing businesses.

Telstra also said that there shouldn't be a need for an operational split of the company once the new network is built.

The telco added that it shouldn't be required to divest its hybrid fiber coaxial network, which is used by the Foxtel cable television network.

Telstra's main rival, Singapore Telecommunications Ltd.-owned Optus, also called for the structural separation of Telstra ahead of the network construction.

Write to Rachel Pannett at rachel.pannett@dowjones.com and Lyndal McFarland at lyndal.mcfarland@dowjones.com

Comments

Popular posts from this blog

Blackberry Oh Blackberry

Kemarin (15/6) pihak perusahaan telepon pintar ( smartphone ) ternama yang memproduksi produk ternama Blackberry yaitu Research In Motio n (RIM) telah bertemu dengan Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk membahas mengenai nasib bisnis Blackberry di Indonesia. Pertemuan ini dihadiri oleh delegasi RIM yaitu Robert E. Crow dan diterima oleh seluruh anggota BRTI kecuali Ketua. Salah satu yang menjadi isu dalam diskusi tersebut adalah maraknya produk Blackberry kloning yang beredar di masyarakat. Namun demikian tidak ada yang memungkiri bahwa perkembangan Blackberry di Indonesia setahun belakangan cukup pesat ditandai dengan kesediaan tiga operator seluler ternama seperti Indosat, Telkomsel, dan XL bersedia menjadi vendor lokal penyedia jaringan. Bahkan dalam setahun terakhir ini pertumbuhannya mencapai 500%. Saat ini pun pengguna Blackberry di Indonesia telah mencapai 400 ribu orang. Namun demikian perkembangan bisnis Blackberry di Indonesia

Outlook Ekonomi Indonesia 2010

Krisis keuangan global pada tahun 2008 sedikit banyak masih berpengaruh terhadap geliat ekonomi nasional pada tahun 2009. Tahun 2007 pertumbuhan ekonomi dunia mencapai angka yang cukup tinggi yaitu sebesar 5,2%. Namun pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi dunia melambat menjadi 3%, dan bahkan pada semester ke dua tahun 2009 jatuh ke level negatif pada angka -1,1%. Namun setelah kuartal ke tiga tahun 2009, ekonomi dunia mulai menggeliat dari keterpurukan akibat krisis keuangan global. Dampak krisis global kepada perekonomian Indonesia dapat terlihat dari nilai pertumbuhan GDP pada kuartal ke empat tahun 2008 yang berkontraksi sebesar -3,65%. Pada saat itu inflasi juga cukup tinggi yang mencapai puncaknya pada bukan September 2008 sebesar 12,14%. Kondisi tersebut memaksa Bank Indonesia sebagai otoritas keuangan untuk mematok BI-Rate cukup tinggi sebesar 9,5% pada bulan November dan Desember 2008. Pada saat itu pun cadangan devisa Indonesia berkurang sebesar USD 7 miliar hingga ke tingkat U

Update Sektor Ritel 2011

Setelah off beberapa saat, update Fairconomics kali ini akan membahas tentang perkembangan dunia ritel saat ini dimana pasca putusan KPPU tahun 2009 ternyata sudah banyak perubahan. Meskipun demikian saya coba gambarkan dulu bagaimana kemajuan sektor ini. Seiring dengan pertumbuhan kelas menengah di Indonesia, pertumbuhan ritel modern semakin meningkat terutama sejak tahun 2005. Setelah mengalami pertumbuhan yang lamban sebesar 5% pada tahun 2009 lalu, Economist Intelligent Unit (EIU) mengukur bahwa tahun 2010 sektor ritel tumbuh sebesar 10% dan sampai dengan 2015 diprediksi sektor ritel akan tumbuh sebesar 12 – 15%. Konsumen yang selama ini terbiasa dengan adanya pasar tradisional sebagai pusat kegiatan akan segera beralih dengan adanya pusat perbelanjaan dan hypermarket yang menawarkan kenyamanan dan juga hiburan.